Minggu, 20 Januari 2013

SEJARAH PENENTUAN STANDAR AKUNTANSI INTERNASIONAL



PERISTIWA SEJARAH PENENTUAN STANDAR AKUNTANSI INTERNASIONAL
·        1959
Jacob Kraayenhof, seorang pendiri firma akuntansi di Eropa, mendorong agar usaha pembuatan standar akuntansi internasional dimulai.
·        1961
Groupe d’Etudes yang didirikan untuk memberikan nasihat kepada pihak berwenang Uni Eropa dalam masalah yang menyangkut akuntansi.
·        1973
Komite Standar Akuntansi Internasional (IASC) didirikan.
·        1976
Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), mengeluarkan Deklarasi Investasi dalam Perusahaan Mulitinasional yang berisi panduan umum untuk “pengungkapan informasi”.
·        1977
Federasi Internasional Akuntansi (IFAC) didirikan,
·        1977
Kelompok para ahli yang ditunjuk oleh Dewan Ekonomi dan PBB mengeluarkan laporan yang terdiri dari empat bagian mengenai Standar Internasional Akuntansi dan Pelaporan bagi perusahan transnasional.
·        1978
Komisi masyarakat Eropa mengeluarkan Direktif Keempat sebagai langkah pertama menuju harmonisasi akuntansi Eropa.
·        1981
IASC mendirikan konsultan yang terdiri dari organisasi non anggota untuk memperluas masukan – masukan dalam pembuatan standar internasional.
·        1984
Bursa Efek London memberikan persyaratan agar perusahaan – perusahaan agar perusahaan yang mencatatkan sahamnya tetapi tidak didirikan di London agar menyesuaikan dengan standar akuntansi internasional.
·        1987
Organisasi Internasional Komisi Pasar Modal  (IOSCO), menyatakan dalam konferensi tahunnya untuk mendorong penggunaan standar yang umum dalam praktik akuntansi dan audit.
·        1989
IASC mengeluarkan Draf Eksposur 32 mengenai pebandingan laporan keuangan.
·        1995
Dewan IASC dan Komisi Teknis IOSCO menyetujui rencana kerja yang penyelesaianya berhasil membentuk IAS yaitu suatu kelompok inti standar komperhensif. Keberhasilan ini membuat pengesahan IAS dalam pengumpulan Modal lintas batas dan keperluan pencatatan saham di seluruh pasar global.
·        1995
Komisi Eropa mengadopsi sebuah pendekatan dalam harmonisasi akuntansi yang dapat digunakan oleh perusahaan pengguna IAS sehingga perusahaan – perusahaan tersebut dapat melakukan pencatatan saham dalam pasar modal internasional.
·        1996
Komisi Pasar Modal AS, menyatakan bahwa mereka mendukung tujuan IASC untuk mengembangkan, secepat mungkin standar akuntansi yang dapat digunakan untuk menyusun laporan keuangan yang dapat digunakan dalam penawaran surat – surat berharga lintas batas.
·        1998
IOSCO menerbitkan laporan “Standar Pengungkapan Internasional untuk Penawaran Lintas Batas dan Pencatatan Saham Perdana bagi Emiten asing.
·        1999
ForumInternasional untuk Pengembangan Akuntansi (IFAD) bertemu untuk pertama kalinya pada bulan Juni.
·        2000
IOSCO menyetujui keseluruhan 40 standar inti yang disusun oleh IASC sebagai jawaban atas daftar keinginan IOSCO tahun 1993.
·        2001
Komisi Eropa mengusulkan sebuah aturan yang akan mewajibkan seluruh perusahaan EU yang tercatat sahamnya di suatu pasar yang diregulasi untuk menyusun akun – akun konsolidasi sesuai IAS selambat – lambatnya tahun 2005.
·        2001
Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) menggantikan IASC dan mengambil alih tanggung jawab per 1 April dimana standar IASB disebut sebagai Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS).
·        2002
Parlemen Eropa menyetujui proposal Komisi Eropa bahwa secara nyata seluruh perusahaan EU yang tercatat sahamnya harus mengikuti standar IASB di mulai selambat – lambatnya tahun 2005 dalam laporan keuangan konsolidasi.
·        2002
IASB dan FASB menandatangani “Perjanjian Norwalk” yang berisi komitmen bersama terhadap standar akuntansi internasional dan AS.
·        2003
Dewan Eropa menyetujui Direktif EU keempat dam ketujuh yang diamandemen, yang menghapuskan ketidakkonsistenan antara direktif lama dan IFRS.
·        2003
IASB menerbitkan IFRS 1 dan revisi terhadap 15 IAS.

Daftar Pustaka :
R. Luki Karunia. Harmonisasi Akuntansi Internasional.  Diperoleh dari (kk.mercubuana.ac.id)


PROSEDUR AUDIT



Semua auditor memiliki prosedur yang harus dijalankan untuk mendapatkan bukti audit. Prosedurnya yaitu :
1.     Melakukan review atas peristiwa kemudian
2.    Membaca notulen rapat
3.    Mendapatkan bukti mengenai litigasi, klaim, dan penilaian
4.    Mendapatkan surat representasi klien
5.    Melaksanakan prosedur analitis
Penjelasan :
1.     Melakukan review atas peristiwa kemudian
Auditor bertanggung jawab untuk menilai kewajaran laporan keuangan klien tapi tidak terbatas pada pemeriksaan atas peristiwa dan transaksi yang terjadi hingga tanggal neraca.  Menurut SAS 1, Codification of Statement on Auditing Standart, mengatakan bahwa auditor juga mrmiliki tanggung jawab terhadap peristiwa dan transaksi yang (1) mempunyai pengaruh material terhadap laporan keuangan serta (2) terjadi sesudah tanggal neraca tapi sebelum penerbitan laporan keuangan dan laporan auditor.
2.    Membaca notulen rapat
Setiap notulen rapat pemegang saham, dewan komisaris, dan subkomitenya dapat memuat hal – hal yang berhubungan dengan audit. Misalnya, dewan komisaris dapat mengotorisasikan penerbitan obligasi baru, pembelian saham treasuri, pembayaran dividen tunai atau peghentian lini produk.
3.    Mendapatkan bukti mengenai litigasi, klaim, dan penilaian
                                                                                                                                                             
Accounting for Contingencies, mendefinisikan kontinjensi sebagai kondisi, situasi yang melibatkan ketidakpastiang mengenai keuntungan atau kerugian yang terjadi karena suatu peristiwa. GAAP mengharuskan bahwa setiap kerugian harus (1) dicatat sebagai kewajiban, (2) diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan atau (3) diabaikan.Kontinjensi ini meliputi kewajiban yang potensi dan perselisihan pajak penghasilan, jaminan produk, jaminan kewajiban pihak lain dan ligitasi, klaim, serta penilaian.
4.    Mendapatkan surat representasi klien
Setiap auditor diwajibkan mendapatkan representasi tertulis tertentudari manajemen dalam memenuhi standar ketiga pekerjaan lapangan. Surat ini dikenal sebagai surat rep. AU 333. Manajement Representations (SAS 85 dan SAS 89) menjelaskan bahwa representasi adalah bagian dari barang bukti audit tetapi bukan pengganti penerapan prosedur audit yang diperlukan untuk mendaparkan dasar yang layak atas suatu pendapat.
5.    Melaksanakan prosedur analitis
Prosedur analitik diibaratkan sebagai review keseluruhan atas laporan keuangan. Tujuan adalah untuk membantu auditor menilai setiap kesimpulan yang dicapai dalam audit dan dalam mengevaluasi penyajian laporan keuangan secara keseluruhan.

Daftar pustaka :
Hamrul,SE. 2010. Penyelesaian Pekerjaan Audit dan Pelaporan. Diperoleh dari (kk.mercubuana.ac.id)